Nine days part 13
Tok…tok…tok…. Ternyata yang mengetok pintu itu adalah bu Umi beliau berkata “nak, mau bubur ayam?” dan kami mengiyakan lalu membayarnya. Setelah itu bu Umi pergi. Tak berapa lama kemudian, rombongan dari kamar Uci datang berkunjung, ternyata mereka sudah pada mandi dan rombongan di kamarku baru beberapa orang, selain mandi dan shalat kami juga menyeterika baju seragam dan tiba-tiba ada yang mengetuk pintu “numpang nge charge ya” kata Nining. Lalu keluar.
And so on, terlalu banyak kegiatan biasa yang tidak harus diceritakan. Next. Sudah siap untuk ke ITB, dan ternyata, keberangkatan sedikit ditunda karena kepagian. Gak lucu banget. Sudah duduk lama di bus, nggak taunya berangkat setengah jam lagi. Akhirnya aku dan Fika turun membeli beberapa botol air mineral. Karena persediaan menipis. Di kamarku saja, sudah sangat menipis. Sudah! tidak penting. Lanjut, akhirnya perjalanan dilanjutkan, menuju ITB. Aku mengsms sepupuku Irfan, untuk memberitahukan dia kalo aku di ITB dan meminta berkas-berkas yang ia janjikan setahun yang lalu, tapi sampe sekarang belum dikirimnya. Tapi apa? Yang ada sms tu gak dibalas, pas dibalaspun jawabnya malah ngawur ‘alamat rumah Selvi apa?’ emosi? Banget!
Pas waktu di ITB, lagi-lagi kami sempat mutar-mutar gak jelas. Gak taunya bukan di area kampus ITB, tapi agak keluar sedikit dan akhirnya kami menuju kesana. Di sekitar situ ada toko distro kalo gak salah, aku gak inget namanya. Pas liat toko itu, Nining, Radit, Dimas, Angga langsung hysteria “aaaaaa…. Nanti kita kesana”
Kayaknya yang kami kunjungi semacam gedung rektoratnya. Di ITB, pelayanannya sedikit ramah dari yang di UGM, menurutku. Penyambutannya agak antusias. Lalu kami diberitahu tentang ITB, mulai sejarah sampai prestasi. Sumpah, ngantuk banget. Yang aku tau, aku, Hafiz, Emil, Nadya, Tania, sudah mengap-mengap. Karena menghargai beliau yang bicara di depan, jadilah aku bertanya dengan pertanyaan yang sama ketika aku bertanya di UGM “ Jurusan apa yang paling banyak dicari perusahaan?”
Sungguh aku bingung dengan jawabannya, beliau menjawab “jurusan yang banyak dicari masyarakat adalah Jurusan Teknik elektro, teknik industry …..” yasudahlah, aku enggan protes, mending aku duduk saja, yang penting sudah bertanya. Mana dikomentari oleh Hafiz kalo gak salah “kau nanyo itu manjang sel”. Setelah pertemuan yang membuat ngantuk itu, dikirain akan diajak keliling kampus, gak taunya ke bus. Gak ada acara foto bersama disini. Ternyata busnya diparkirkan di dekat tempat penitipan anak. Jadilah kami sorotan tu bocah-bocah. Mana didadahin lagi. Unyuuuuu, kalian lucu sekali. Aku bilang ke Tyo “Yo, fotoin mereka Yo” dan Tyo fotoin. Trus dia bilang gini “eh ini ada yang mirip Cinta Kuya” setelah diperhatikan memang mirip, dan ada yang bilang gini “eh adik itu mirip ama Tania” ada yang bilang gini “yang baju kuning cakep (?)”
Setelah semuanya berada di bus, akhirnya diputuskan kami akan ke Boscha. Tidak ada dijadwalkan sih, tapi dikarenakan, ITB sedang tidak bisa dikunjungi akhirnya Boscha lah menjadi alternatifnya, daerah Lembang gak terlalu jauh dari penginapan. Aku cukup senang karena inilah tujuan awalku, semoga aku bisa memakai teropongnya dan menambah ilmu tentang tata surya. Itu awalnya, tetapi setibanya disana. Aku diharuskan berjalan menuju Boscha sepanjang kurang lebih 1 km, dan jalanan pun menanjak. Aku mulai berfikir, kenapa jalan menuju Boscha tidak sebagus di film petualangan Sherina. Lebih asyik di film sepertinya. Dengan sisa-sisa tenaga aku berjalan menuju Boscha, dan, dan….. akhirnya tiba juga di halaman Boscha.
Gedungnya tampak megah, udaranya pun juga segar, meskipun sinar matahari menyengat. Sialnya, masing-masing kami mendapat satu LKS untuk diisi, untuk apa coba? Dan ternyata, sebelum masuk Boscha, kami disuruh memasuki gedung pertemuan dan mendengar ocehan seorang mbak alumni ITB jurusan Astronomi. Tidak ada yang menarik, malah hanya membuatku mengantuk. Lucunya lagi, Tania dengan pulasnya terbaring di kursi dan ia tidur. Setelah memberikan ilmu kira-kira selama setengah jam, barulah memasuki gedung yang punya teropong terbesar di Indonesia itu.
Alih-alih bisa mencoba teropong besar, ternyata itu Cuma mimpi. Kami hanya bisa melihat betapa megahnya teropong itu. Katanya takut rusak, jadi tidak ada yang diizinkan untuk memakai dan berbagai alasan lainnya. Sama saja boringnya dengan di ruang pertemuan tadi. Aku, Maun, Hasbi, Riski dan ntah siapa lagi itu mengerjakan lks yang tadi, sungguh benar-benar tidak ada gunanya mengerjakan lks itu. Dikira bakalan dikumpul (trauma dengan tugas sekolah, jadinya takut dapat hukuman kalo g dikerjain, lol). Hanya sebentar disana dan kami keluar gedung. Mulai berfoto lagi. Mulai dari foto sendirian, berdua dengan Marina sampe foto sekelas. Pengen banget foto satu rombongan tapi udah banyak yang bubar, jadinya mengurungkan niat.
Saatnya makan siang. Makanannya layak sekali. Semua pada suka. Jadi diputuskan untuk makan malam nasi kotak ini saja. Setelah itu kami mulai berunding hendak kemana selanjutnya. Ketika diusulkan ke cwidey sang supir menolak. Katanya jalannya buruk dan kondisi dia sendiri juga dalam keadaan yang tidak sehat, dan ia mengusulkan ke tangkuban perahu dan kami setuju. Setelah selesai makan, kami berjalan menuju bis. Capek! Sebelum ke bus, aku, Marina, Fika, Fiqih dan beberapa yang lain menuju toko cendera mata yang ada disekitar boscha. Tidak ada yang menarik perhatianku, jadinya aku hanya menunggu mereka berbelanja. Sementara ada temanku yang tertarik untuk mencoba kacamata matahari. “ihhh… lihat, mataharinya bagus” katanya salah satu dari mereka lagi-lagi aku lupa siapa. Lalu kami secara bergantian mencoba kacamata itu termasuk aku. Yaa… memang benar, mataharinya terlihat unik.
Setelah mencoba kami ke bus. Tidak ada yang mau membeli kacamata itu. Setelah memakai memberikan ke yang lain dan berlari dan bilang “bukan aku yoo yang terakhir” sepanjang perjalanan di bus. Aku, Marina dan Eka seperti biasa buat guyonan yang aneh, tapi buat Eka ngakak gak karuan dan sekalian akunya bertingkah konyol, sialnya Marina merekam tingkahku itu. Sesampainya di bus, aku terduduk lelah. Kepanasan dan keringatan. Tidak tau kami sedang dalam kondisi yang tidak segar apa, tiba-tiba segerombolan pedagang kaki lima naik ke bus dan menjajakan barangnya. Masih bagus, pas dibilang “nggak mas, makasih” langsung pergi, ini nggak malah maksa, dan ngotot pula. Gilanya lagi, mereka berbaris di luar bis dan naik satu-persatu habis itu mengantri lagi dan naik lagi. Ya ampun. Untunglah bisnya cepat berangkat dan kami menuju tangkuban perahu. Jalan menanjak dan berliku dilewati. Aku tertidur di bus. Hingga akhirnya tiba di Tangkuban perahu dan aku terjaga.
Comments
Post a Comment