Nine days part 12
Dalam perjalanan kalo gak salah, anak-anak mulai pada cerita tentang hantu, makhluk halus dan semacamnya. Jadilah mereka pada ngumpul di satu tempat. Tyo dan fiqih antusias banget dengerin cerita Arum. Karena jarak aku dan Zella lumayan jauh dari sumber cerita, akhirnya kami meminta Tyo untuk cerita ulang. Haha. Disela-sela cerita anak-anak pada teriak-teriak. Aku jadi khawatir kalo-kalo supir terganggu dengan teriakan itu.
Tumben-tumbenan si Melvi jalan ke area belakang, area paling heboh, paling jorok, paling gokil paling gila dan paling-paling deh. Di belakang Melvi malah duduk di lantai (jangan-jangan Melvi sudah ketular virus warga belakang(?)). Disitu malah pakai sarung kayak orang ngeronda. Haha. Tiba-tiba Radit nyeletuk “etek-etek” spontan semuanya pada ngakak yang duduk di belakang. Si Emil ketawanya paling gede (seneng banget liat orang diledekin). Setelah itu Radit juga ngatain aku etek-etek. Dan sebutan itu sampe sekarang masih tersebut oleh Hafiz si mamang dan fiqih si anak adong. Hehe.
Kalo nggak salah aku tukaran tempat duduk gitu, setelah cerita selesai. jadinya se bangku sama Emil kalo nggak salah.di perjalanan mulai deh, aku tidur lagi dan mimpi pula. Di mimpi, kalo nggak salah aku mimpi bahuku ditimpluk sama batu gede banget, abis tu langsung terbangun. Ternyata ngefek pas bangun, bahu emang terasa berat dan tau apa yang nimpluk? Kepala orang yang duduk di sebelahku. Ebuseet, mimpinya beneran, aku mencoba mendongak tu kepala dan menggesernya, tapi dasar aku orangnya nggak tegaan akhirnya aku menghindar dan berhasil. Ternyata aku tidur sepanjang perjalanan. Tak terasa hari mulai menunjukkan pukul lima subuh dan kami telah tiba di Bandung, sekitar tol Pasteur.
Bus melaju ke daerah Setiabudi, dan mulai mencari wisma yang sudah kami boking, bus berhenti di wisma setiabudi. Bangunan yang lumayan lah,…. Cukup baik. Bang Romi, turun dan tak lama kemudian naik lagi ke bus, dan taraa… bukan itu tempatnya. Aku membangunkan Emil bilang, “udah di setiabudi mil” bus melaju lagi dan berhenti sejenak di depan hotel setiabudi, yang ini malah lebih bagus dari yang tadi. Hati sudah sedikit girang dan ternyata, bukaaaan! Bus kembali melaju dan tiba di sebuah bangunan kuno, tepat sedikit di tikungan dan sedikit banyak dekat dengan Lembang itulah hotel SetiaBudi tempat kami menginap. Astaghfirullah.
Dengan mata masih berat, kaki membengkak, badan pegal, kami membawa koper masing-masing ke dalam yang katanya gedung itu ‘hotel’. Baru hendak melihat kamarnya saja, bau telur mentah sudah tercium. Sepertinya itu bau lantainya. Setelah lihat kamar yang pertama, waw amazing, suram sekali, dan ketika dibilang kamarnya terserah, berlarian kami memilih kamar, dan aku mendapatkan kamar paling ujung sebelah kiri dan bukan ke arah jalan raya. Ternyata yang mengincar kamar itu bukan hanya aku, tapi juga rombongan WiAng. Karena WiAng dan Nadya satu kamar dan mereka berdua sedangkan aku sendiri yang merebut kamar itu, akhirnya suara mayoritas lah yang menang, padahal, aku duluan yang berdiri di depan kamar itu. Aku mengalah dan memilih kamar di depannya, tepat menghadap jalan. Aku memanggil Mia, Diba, Zella, dan Eka.
Aku melihat kamarnya, lumayan, tapi kasurnya tidak mencukupi sementara kamar yang pertama itu double bed, dua lagi. Aku nego dengan Nadya “woy, kalian kan berempat kami berlima kayaknya kasurnya nggak cukup, bisa nggak tukaran?”dan akhirnya mereka mengalah dan kami tukaran kamar. Aku mengangkat koperku yang sempat masuk ke kamar yang di depan ke kamar yang di belakangnya. Dan berbaring.
Sungguh, ini kamar lebih tidak menyenangkan daripada yang di Jogja. Lebihnya hanya, udara yang lebih dingin daripada di Jogja. Terdengar dari dalam suara gasing yang dimainkan beberapa teman cowok. Sedang battle mereka sepertinya. “tuh mereka main gasing, padahal baru nyampe” celetuk salah satu diantara kami, aku lupa siapa. Aku merapikan barang-barangku dan mengeluarkan seragam yang akan dipakai. Aku keluar sebentar untuk membuang sampah. Karena malas mengambil jilbab, aku memakai kain pantai yang mirip tapak mejaku sebagai pengganti jilbab. Saat ketemu beberapa temanku, kayak Radit, Faiz, Maun, mereka kaget saat aku berjalan di koridor “kayak suzanna” kata mereka -_-. Saat membuka pintu kamar tadi, ternyata ada pak Wanto yang bilang “nak, kita berangkat ke ITB nya pagi, siap-siap ya” jadilah kami mulai berembuk. Tidak ada satupun yang ingin mandi. Udara terlalu dingin. Airnya pasti sudah seperti es. Jadilah Eka yang pertama buat mandi. Sembari Eka mandi kami shalat.
Comments
Post a Comment