Nine days part 10
Besok paginya, subuh-subuh kami bangun, dan bersiap-siap karena kami akan check out. Uci, Marina, Mia dan Diba menuju kamarnya lagi. Sementara kami si pemilik kamar H berduyun-duyun ke kamar K hendak mandi. “mano nih yang nak bulan madu tuh? Sampe pagi dak datang jugo kan?” kata Zella. Walaupun begitu tetap saja kami memakai kamar mandi K. tapi untuk kali ini kami ekstra waspada. Katanya wc nya gampang diintip orang. Wajar saja, kamar mandi mempunyai ventilasi yang terbuka lebar ditambah lagi diletakkan kursi di bawahnya, aku jadi teringat waktu minta kamar di lantai tiga yang isinya rata-rata cowok semua, tiba-tiba Hafiz naik ke atas kursi yang berada tepat di bawah ventilasi kamar mandi, aku langsung buru-buru membatalkan permintaan waktu itu. Jadinya, kami meminta salah satu dari kami untuk bergiliran menjaga ventilasi wc. Jadilah ada yang nongkrong di balkon sampai yang di dalam kamar mandi selesai mandi.
Setelah semua selesai, Putri dan Eka memutuskan untuk meminjam sepeda wisma untuk membeli makanan untuk kami berlima. “Sekalian jalan-jalan” mereka bilang. Sembari menunggu mereka, kami mendengar cerita dari beberapa temen kami, kayak Tyo, Fiqih dan Hafiz mereka bilang, mereka tidak bisa tidur karena mendengar suara-suara aneh. Ditambah lagi di kamar mandi Nadya tiba-tiba air keran nya hidup sendiri dan dia juga melihat hal-hal yang aneh dan sebagainya. Sekarang aku merinding nah. Astaghfirullah.
Setelah nunggu beberapa lama akhirnya Putri dan Eka datang juga dengan membawa lima bungkus nasi uduk yang harganya murah banget, Rp 3.500 per porsi dan lauknya komplit. Jadilah temen-temen yang lain pada nanya beli dimana terus Eka menjawab “lurus, terus belok kanan, di sebelah kiri ada tukang jahit, nah disitu” berduyun-duyun mereka pergi ke tempat yang eka tunjuk. Hari semakin siang, semua koper yang ada di kamar kami sudah dikeluarkan. Kamar sudah disapu dan dibersihkan, pokoknya rapi dan bersih. Dengan susah payah aku membawa koperku turun, sama ketika aku membawa koperku naik. Susah dan berat.
Ketika tiba di bawah, bus belum tiba, lemes banget rasanya, padahal di atas tadi dibilang “bisnya sudah datang, ayo bawa kopernya ke bawah” jadilah kami nongrong di luar sambil megang koper. Sekitar sejaman nunggu akhirnya bisnya datang juga, berduyun-duyun kami memasukkan koper ke dalam bis dan segera naik ke bus, next, go to pasar makanan tradisional. Teman-teman pada beli bakpia, abon dll, pokoknya makanan khas jogja. Dan aku? Hanya tersenyum sumringah. Pada awalnya aku mau beli buat oleh-oleh, tapi pas nelpon mama “gak usahlah, gak ada yang suka, entar oleh-olehnya beli di Bandung aja, tempe” agak miris rasanya. Jauh-jauh ke Bandung yang dipesan malah tempe. Tapi yasudahlah.
Next, ke pengerajin perak. Setibanya disana, temen-temen ngira pada mau makan siang, padahal belum waktunya, takut membangkrutkan diri, akhirnya banyak yang ogah buat turun pas dibaca lagi “toko pengerajin perak” barulah semuanya pada mau turun. Setelah masuk ke tempat pembuatan perak, lalu diajak ke gallery nya. Melihat harganya, sudah buat mata melotot, akhirnya ya Cuma liat-liat dan foto-foto. Setelah itu, aku merasa bosan dan keluar dari Gallery bersama beberapa temanku. Di depan toko ada penjual kacamata dan gasing. Aku dan beberapa temanku tertarik melihat gasing yang bunyinya cukup nyaring. Sementara bu Umi, nyobain kacamata. Lucu.
Setelah dealing harga, akhirnya Emil beli tu gasing juga, awalnya aku nggak niat, tapi karena banyak yang ngikutin jejak Emil, akhirnya aku tergiur untuk membelinya dan tujuan utama ke Borobudur. Oke. Disini, tempat salah satu yang aku sesali kenapa kunjungannya lama banget. Pertama lama nunggu karcisnya dibagiin, terus nyewa payung, berhubung panasnya ganas. Menyengat. Aku pilih yang warna biru putih kalo nggak salah dengan harga 5000 dua, berdua dengan Marina. Terus ada mbak-mbak tour guide nya. Dan pada saat pemeriksaan barang, aku dan Marina tertinggal oleh rombongan bersama beberapa teman lain dan guru pendamping juga tertinggal, karena cukup jauh, akhirnya kami mengikuti jejak guru pendamping untuk naik kereta dan dapat bonus air mineral sebotol kecil.
Menggunakan kereta jauh lebih adem dan cepat. Tidak begitu lama akhirnya aku tiba di candi Borobudur. Disana aku dan Marina take some pictures, oke, malu-malu sih dan kami menaiki anak tanggal dan aku berfoto di tempat yang ada tulisan ‘dilarang naik dan menginjak relief’ dan sialnya ketahuan sama tour guide yang ada di bawah aku disoraki “dilarang menaiki dan menginjak relief” segera aku dan Marina berlari, takut tersorot oleh orang dan kami semakin ke puncak candi lalu bertemu dengan rombongan kami. Kami mencoba meraih tangan patung Buddha, yang konon katanya kalau kita dapat meraihnya, mimpi kita akan terkabul, iseng-iseng aku coba dan berhasil, begitu juga temanku aku jadi mikir “lalu istimewanya apa? Agak tahayul!”
Lalu ada juga penjelasan bahwa bukit yang terlihat dari candi berbentuk wanita berbaring. Beberapa temanku mengiyakan sambil melukiskan dengan tangan yang mana rambut, tangan, muka, sedangkan aku, gak bisa berimajinasi sedikitpun bahwa itu seperti seorang wanita terbaring. Bagiku itu hanya bukit dan iya, hanya bukit. Sebagaimana rupa temanku menunjukkan ke aku tetap saja bagiku itu hanya bukit yang punya dua warna, hijau muda dan hijau tua. Aku foto bukit itu dan aku lihat secara seksama, tetap, bukit itu seperti bukit lainnya. Sudahlah, aku menyerah. Kini aku mulai merasa panas sudah sangat menyengat. Payung yang aku bawa tak sanggup meneduhiku. Aku mengajak yang lain turun, ketika aku ajak Eka dia menjawab “aku ingin menikmati panasnya Borobudur (?)” dan aku akhirnya meninggalkan Eka, karena tak mau ikut-ikutan menikmati panasnya Borobudur. Eh, gak taunya Eka malah ikut. Di perjalanan hendak berteduh aku bertemu, Mexy aka Maun aka Maulana, dan tiba-tiba saja dia bilang “Sel, nebeng payung”. Yaudah, jadinya sepayung berdua dengan si Mexy. Sialnya yang lain malah bilang “kayak mak sama anak (?)” mana ada yang foto dari belakang, kurang kerjaan banget. -_-
Comments
Post a Comment