Bingkisan Untuk Citra

Pusara itu belum kering dan nisan yang tertancap di atasnya masih baru. Aku tak menyangka semua akan berakhir seperti ini dan secepat ini. Ya, kini aku hanya bisa terduduk lemas sambil menitihkan air mata. Airmata ini begitu deras mengalir tatkala aku mengingat kejadian terakhir dimana pada akhirnya kami harus berpisah, bukan untuk bertemu kembali tapi untuk selamanya.
Suatu siang, di hari Sabtu, aku dan Citra menghabiskan waktu bersama di sebuah game zone. Tak pernah aku duga bahwa itu akan menjadi waktu kebersamaan kami yang terakhir “aku senang bisa menghabiskan waktu bersamamu siang ini…. Hmmm, aku lapar, apa kita cari makan dulu ya?” Ujar Citra. Aku yang masih asyik dengan permainanku berkata dengan suara sedikit besar karena bising “APAA CIT? AKU GAK DENGER?”
“MAKAN DULU YUK, LAPAR” Citra membalasnya dengan suara yang besar pula. Aku menghentikan permainanku dan segera menarik tangan Citra, iapun kaget tapi tetap mengikuti langkahku “eee….eehh…. ini mau kemana?” ujarnya
“Aku mau mengajakmu makan ke tempat yang baru dibuka itu” Ucapku. Seketika Citra menarik lengannya dan langkah kamipun terhenti “mahalkan?” ia tertuduk lesu.
Aku membalikkan badan dan tersenyum, lalu berkata “tak usah kau pikirkan masalah itu, biar semuanya aku yang bayar. Ayo…. Mumpung ini hari ulangtahun kita berdua” Citrapun kembali mengikuti langkahku.
Kami mencari tempat yang berada di tengah, terdapat dua bangku. Aku melihat daftar menu dan memesan makanan yang sudah lama sekali tak aku nikmati dan Citra, seperti biasa, sosoknya yang sederhana dan hemat, ia memilih makanan yang tergolong biasa-biasa saja. Aku hanya geleng-geleng kepala.
“Eh, udah jam tiga nih, kita les ya? Aduh, aku malas banget. Lagi seneng-seneng gini malah les pula”ujarku sambil melihat jarum jam yang berdetak di arlojiku.
“Eh iya. Ayo cepat habiskan makanannya. Nanti kita terlambat” Ujar Citra dan ia mempercepat gerakan menyantap makanan tersebut. “Ahhh… Citra, bolos aja yuk”ajakku dan Citra menolaknya “gak ah, sayang uangnya Git, coba deh kamu pikir orangtua—“
“Oke, oke Cit, aku sudah tahu apa yang akan kamu ucapkan. Ayo segera habiskan makanan lalu kita pergi dari sini”Aku memotong pembicaraan Citra lalu menyantap suapan terakhirku. Aku menyeruput minumanku dan menyambar tissue yang ada di sebelahku “sudah” Ucapku. Setelah Citra menghabiskan makananya kami segera meninggalkan tempat itu dan menuju tempat les.
HOAAAAAAAAAAMMMM. Sungguh, ini jam les yang paling membosankan. Kalau saja aku tidak menuruti ucapan Citra mungkin aku masih bisa bersantai sekarang. Baru saja aku memejamkan mata tiba-tiba saja ada perasaan yang diguncang hebat. Guncangan itu sangat kuat dan sekejap aku membuka mataku “GEMPAAAA….” Teriak anak-anak sekelas dan segera berlarian keluar kelas. Tak kalah panik akupun segera ikutan berlari. Kelasku berada di lantai tiga dan kini aku tak bisa berpikir jernih.
“Ya… Allah. La Illahaillah” aku masih berusaha untuk melangkah. “Ayo Git… ayo!” Citra menarik tanganku. Tangganya begitu sempit, sudah terlalu banyak orang yang berdesak-desakkan. Tiba-tiba saja tembok yang ada di dekat pintu di sebrang sana roboh dan menimpa beberapa siswa. “AAAAAA….. “ Kami berteriak dan meminta tolong.
Aku menyerah dan memutuskan untuk berdiri dekat tembok, tak lama setelah aku memutuskan untuk meminggir tiba-tiba saja Citra berteriak “AAAAAA” Sebuah dentuman kuat menghantamnya. Aku segera berlari ke arahnya walaupun sedikit tertatih “CITRAAAAA” Aku berteriak dan segera membantunya. Berusaha untuk menyingkirkan beton yang menimpa kakinya.
Ntah apa itu, aku dibuatnya tersungkur dan disaat itulah tiba-tiba sebuah benda besar menghantamku dan semuanya gelap. ”GITAAAAA” Teriakkan itulah yang terakhir aku dengar.


Bersambung<<<

Comments

Popular posts from this blog

Review Wahana Internsip Dokter

Chapter 10 : Koass Stase Obgyn

koass Stase Bedah : Bedah Lucu, Bedah Bahagia, Bedah Ceria