Tiga Permohonan

Deru ombak. Gulungannya begitu apik kemudian mengalir dan membasahi kedua kakinya. Ia membiarkan pasir-pasir itu seolah berjalan menyeretnya sedikit demi sedikit ke tengah laut. Dia tetap pada posisinya diam . Kedua lengannya bersedekap. Sementara, langit yang tadi biru, kini berubah menjadi Jingga. Matahari sebentar lagi akan terbenam dan akan berganti malam.

"NABILA" teriakku yang sedang berlari kecil ke arah gadis itu. Ia menoleh ke araku. "kamu sedang apa?" tanyaku saat tiba di dekatnya. ia menggeleng. Posisinya tetap pada keadaan semula.

"Aku sedang menatap ombak yang sedang berkejar-kejaran" jawab Nabila sekenanya.

"Tapi hari mulai senja, Nabila. Sebentar lagi langit akan gelap. Kamu butuh istirahat" ucapku memperingatkan.

"Aku tahu, aku akan tetap disini menanti matahari benar-benar terbenam. Ini hari terakhirku disini" 

"Nabila..." ucapku lirih.

Airmatanya mengalir begitu saja. Bekas airmata sebelumnya terlihat jelas di raut wajahnya yang pucat namun tetap menawan "Nggak usah menghibur aku, Bima. Pada kenyataannya. Bukan saja hari terakhirku disini, mungkin saja di dunia ini"

"Kamu nggak boleh bicara seperti itu Nabila" Aku memutar tubuhnya hingga kami saling berhadapan. Aku menatapnya dalam lalu menyeka airmatanya "aku yakin kamu pasti sembuh, aku akan temani kamu disini, kita akan lihat matahari terbenam bersama-sama" ucapku sambil tersenyum dan ia membalas senyuman itu.

"Kamera itu?" tanyanya lalu pandanganku beralih pada kamera kesayangannya yang aku gantungkan di leherku.

"Oh maaf, ini tadinya mau aku kembalikan. Aku sudah selesai dengan tugasku, makasih ya Nabila" ucapku dan hendak mengembalikan padanya tapi ia menahanku.

"Ambil saja Bim, anggap saja itu hadiah terakhir dariku" jawabnya. 

"Tapi..." protesku tapi Nabila membekap mulutku. "Kalau kamu nggak terima, aku nggak mau jadi temanmu lagi" ucapnya dan aku terdiam.

"Mau aku foto?" tanyaku mencairkan suasana dan Nabila mengangguk riang "kita foto berdua yah" ajaknya dan aku mengiyakan. Lalu kami mengabadikan moment-moment indah ini. Sebenarnya aku nggak mau ditinggal Nabila secepat ini. Tapi demi pengobatannya aku rela. Lagipula, aku ini siapa dan Nabila siapa. Kami berbeda. Aku dan Nabila layaknya sang Putri dan seorang pemuda gembel. Aku tidak ada apa-apanya. Aku cukup membuat mengaguminya saja dari cara seperti ini tanpa meminta balasan dari Nabila.

"Bima... Nabila mau sampai malam ya disini. Nabila mau lihat bintang-bintang, Bima kalau mau pulang, pulang aja" Ucap Nabila.

"Tapi Nabila. Udara malem disini sangat dingin aku khawatir" sergahku dan Nabila cemberut. "Bimaa.." katanya dengan nada mengambek. Aku tidak tega melihatnya lalu aku iyakan saja "Yasudah, aku akan temanin kamu sampai malam. Tapi jangan kemaleman ya?" Ucapku dan Nabila mengangguk.

"Bil, sebentar lagi mataharinya terbenam, hitung yaa..." ucapku dan Nabila sangat antusias.

"Lima..... Empat.... Tiga..... dua.... satu" ucap Nabila dan aku terkekeh melihat gayanya yang masih kekanakkan. Padahal Usianya hampir menginjak dua puluh tahun, dua tahun lagi. "kecepatan kamu hitungnya Bil,.. ulangi yaa... Lima...."

"Empat"
"tiga"
"dua"
"satu" ketika satu kami menyebutkannya serempak dan matahari benar-benar terbenam.

"Satu permohonan terakhirku ternyata sudah terkabul" Ucap Nabila spontan aku terkejut lalu menatap Nabila yang seketika menarik tanganku lalu membawaku ke pondok makan untuk makan dan sholat Magrib.

**********************************************************************************

Aku dan Nabila berjalan menusuri pantai. Kami bergenggaman tangan. Erat. Aku tidak berniat untuk menepis begitu pula Nabila. Kami bercengkrama, tertawa seperti sepasang kekasih. Aku merasa malam ini, Hatiku dan hati Nabila menyatu meskipun tanpa ikatan. Ah. Aku ini ngomong apa. Aku dan Nabila hanya bersahabat. Tepisku.

"kita duduk di situ yuk" ujar Nabila dan aku menurutinya. Kami duduk di atas pasir putih sambil memandang langit hal yang selama ini tak pernah aku lakukan. Tapi hari ini gadis yang baru aku kenal beberapa minggu yang lalu itu mengajarkan hal baru kepadaku.

"Kalau di tempat tinggalku, aku biasanya melihat bintang dari balkon rumah Bim. Bintang-bintang itu seolah memberi ketenangan buat aku. Ternyata, disini, Bintang-bintangnya jauh lebih membuat aku tenang ketimbang di rumah" ia berceloteh. Aku hanya mendengarkannya. Diam.

"Aku senang kenal dengan kamu Bim, aku senang bisa menghabiskan malam ini sama kamu" ucapnya kemudian ia menatapku penuh arti. "tatapan itu berbeda. itu tatapan cinta" ucapku dalam hati. Lalu aku menepis semua angan-anganku.

"aku juga kok" jawabku sambil tersenyum. Tiba-tiba aku melihat cairan berwarna merah mengalir deras dari hidung Nabila. "Bil, hidungmu berdarah" ucapku panik lalu buru-buru aku mengeluarkan sapu tangan dari sakuku dan mengusap darah itu. Nabila kembali menatapku penuh arti sembari memegang tanganku yang sedang mengusap darah itu. Deguban jantungku tak dapat aku kendalikan. Darah seolah mengalir dengan cepat spontan aku ucapkan kata sayang padanya dan tiba-tiba Nabila memelukku "Aku juga" jawabnya. Aku merasakan ini semua nya hanya mimpi tapi tidak.

Malam ini aku dan Nabila resmi menjadi sepasang kekasih dan kami menghabiskan malam ini berdua, sambil menatap bintang dan bercengkrama bersama alam. Saat aku rasa malam telah larut aku memutuskan untuk mengajak Nabila pulang genggamannya makin kuat menahanku untuk tetap di tempat "Bim, aku mau kamu tahu, kalau semua permohonanku sudah terkabul" ucap Nabila. Hidungnya kembali mengeluarkan darah dan aku makin cemas ingin membawa Nabila pulang tapi ia menahannya 

"dengarkan aku dulu. Aku mau disini aja. Waktuku udah nggak banyak Bima. Sebelum kamu datang, aku meminta sama Tuhan, kalau aku pergi sekarang aku mau 3 permohonan aku terkabul" ia berhenti sejenak. Napasnya mulai tersengal. Aku mencemaskan keadaannya sekarang. Benar-benar tidak memungkinkan untuk disini berlama-lama, tapi ia tetap menahanku "Kamu tahu kan, kalau aku suka Bintang, pantai dan matahari terbenam?" dan aku mengangguk.

"Tadi aku minta sama Tuhan, kalau aku ingin menyaksikan matahari terbenam, melihat bintang dan bermain di pantai bersamamu sebelum aku pergi" dan suasana kembali hening "ternyata tiba-tiba kamu datang dan aku yakin Tuhan mengabulkan permintaanku. malah lebih indah dari yang aku minta" ucapnya kemudian ia terkulai lemas dan jatuh di pelukkanku "terima kasih ya atas cinta dan sayangmu" ucapnya yang mulai terbata-bata. Aku mulai menitihkan airmata, menyaksikan Nabila tak berdaya. "Jangan menangis sayang" ucapnya lirih "aku pergi dengan bahagia kok"

"Nggak Nabila, kamu nggak boleh pergi, aku akan bawa kamu ke rumah sakit sekarang" ucapku. "Aku sayang kamu Bima" Ucap Nabila kemudian ia berhenti bicara dan bernafas. Aku mengguncang-guncang tubuhnya, tapi tidak ada respon. Aku menangis. Menangis di hadapan jasadnya.  Ia meninggalkanku untuk pergi berobat ke luar negeri besok, tapi ia pergi hari ini meninggalkanku untuk selamanya.

Ditulis dengan 997 kata
oleh : Shelvia Chalista
Inspired from Gue lagi kangen banget sama suasana pantai --"

Comments

Popular posts from this blog

Review Wahana Internsip Dokter

Chapter 10 : Koass Stase Obgyn

koass Stase Bedah : Bedah Lucu, Bedah Bahagia, Bedah Ceria