Rinduku kepadamu

Aku menelusuri gang sempit ini. Gang yang belum di aspal dan masih penuh lubang sana sini. Bila hujan turun lubang itu akan dipenuhi oleh air dan akhirnya membentuk kubangan. Apalagi di musim penghujan saat ini, jalanannya pasti becek. Seperti sore ini. Sedari pagi hujan turun dengan deras, dan baru sekitar tiga  jam yang lalu hujanpun mulai berkurang, dan baru sore ini hujan benar-benar berhenti. Aku melangkah penuh hati-hati, agar tanah basah ini tidak keciprat ke celana yang sedang aku kenakan.Hari ini aku kuliah dari pagi sampai sore, dan benar-benar melelahkan, walaupun hanya duduk dan menyaksikan dosen menyampaikan materi.

Di sebuah tanah lapang, aku melihat beberapa anak-anak sedang berkejar-kejaran, ada yang sedang bermain kelereng, dan ada beberapa ibu-ibu yang sedang mengejar anaknya, untuk memberikan sesendok nasi ke si anak. Aku berhenti sejenak dan memperhatikan pemandangan itu.

"Jadi kangen ayah sama bunda" gumamku. Aku tegang mematung dan teringat akan masa belasan tahun yang lalu. Saat aku masih disuapin sama bunda. Sedang belajar mengendarai sepeda di bimbing ayah dan bunda hanya menyaksikan dari kejauahan dengan perasaan cemas. Khawatir kalau aku jatuh dan terluka.

"Hati-hati ya nak. Ayah pegangin Eca, nanti jatuh" teriak bunda, sementara ayah hanya tersenyum melihat tingkah laku bunda yang terlalu khawatir dan aku tertawa dengan riangnya, karena hari ini aku mendapatkan sepeda baru dari ayah karena aku mendapat juara, dan ayah membimbing aku mengendarai sepeda.

Setelah cukup lama ayah menuntunku, tiba-tiba beliau melepaskan pegangannya, awalnya aku cukup mahir mengendarainya dan ayah berkata "lihat bun, Eca udah bisa" setelah ayah mengucapkan kata-kata itu...

gdebuukk...

Aku kehilangan keseimbangan dan akhirnya terjatuh. Sepeda yang aku kendarai tadi menghimpit tubuh mungilku. Aku meringis kesakitan "aduuuhh..." ringisku, ayah dan bunda langsung saja berlari menghampiri aku.
"tuh kan ayah terlalu cepat melepas Eca, jadinya dia jatuhkan, kamu nggak apa-apa sayang? yang mana yang sakit" ucap bunda khawatir. Aku menggeleng dan hanya memberi kode dimana lokasi luka-luka itu. beliau mengangkat tubuhku, mengajakku berdiri dan melihat luka di siku dan lututku. Sementara ayah menyingkirkan sepeda itu, memposisikannya ke posisi semula.

"nggak papa itu bun, cuma luka kecil. Kalau nggak jatuh, nanti nggak bisa main sepeda. Eca nya aja nggak nangis tuh" kata ayah sambil memegang sepedaku. 

"Yaudah, kita obati lukanya dulu. Mainnya udahan yah, dilanjutin besok lagi" ucap bunda sambil memapahku. Kami bertiga pulang ke rumah dan bunda mengobati lukaku penuh cinta.

Itu udah lama sekali kejadiannya, waktu aku usia enam tahun. Saat itu adikku belum lahir. Aku kangen sekali masa-masa itu. Dimana aku masih merasa menjadi anak tunggal. Sekarang aku sudah remaja. Sudah 18 tahun. Bukan anak-anak lagi yang masih dipapah ketika bermain sepeda. Yang masih digendong ketika terluka kecil. Masih merengek minta dibelikan es krim. "Aku benar-benar kangen ayah sama bunda" ucapku kemudian aku menuju perjalanan menuju kos an aku. Sesampainya di kamarku.

"Assalamuailaikum bunda" ucapku. Aku langsung menelpon bunda.

"waalaikum salam anakku. Gimana kabarmu di rantau?" tanya suara disebrang sana, itu suara bundaku.

Ayah, bunda... Aku disini baik-baik saja. Aku disini untuk mengejar cita-cita. Terima kasih atas limpahan cinta, kasih sayang kalian selama ini. Aku berjanji akan meraih apa yang menjadi kebanggaan kalian. Doakan aku disini ayahku, bundaku.

Bunda senyumanmu perteguh mimpi-mimpiku
Ayah suaramu pertegas perjuanganku
Anakmu bertarung menaklukkan waktu
Mengejar cita-citaku
Jangan menangis bunda tercinta
Anakmu baik di sini
Tak perlu khawatir ayahku sayang
Doakan aku di sini
Ku akan melakukan yang terbaik
Semoga bahagia menantiku di ujung waktu
  Lyla: Baik di sini

Ditulis : 559 kata
oleh: Shelvia Chalista
Inspired from Kehidupan gue selama jadi perantau. Haha

Comments

Popular posts from this blog

Review Wahana Internsip Dokter

Chapter 10 : Koass Stase Obgyn

koass Stase IKK-IKM : Ikaka Ikaem