Cerpen : Akhir Kisah Manis

Keheningan malam yang membuatku semakin kesepian. Hari ini ayah dan bunda sedang menghadiri sebuah acara dan aku ditinggal sendiri. Detakan jarum jam dan suara jangkriklah yang hanya menemaniku ditengah kesunyian.
Aku menatap kosong langit-langit kamarku dan juga tembok kamar yang dipenuhi lukisan-lukisanku. Kemudian bola mataku memutar arah dan menatap semuah bingkai foto berukuran 4R yang tertata rapi diatas meja riasku. Aku beranjak dari tempat tidurku lalu aku duduk di sebuah kursi kecil tepat di dekat meja rias itu. Aku meraih bingkai itu dan menatapnya dalam. Sebuah kenang- kenangan yang tidak mungkin pernah terlupakan. Karena memang itu adalah kenang-kenangan terakhir dan untuk selamanya.
Aku ingat persis kapan kejadian di dalam foto itu diambil. Meskipun beberapa memori otakku ada yang hilang akibat benturan tetapi untuk yang satu ini tidak. Foto ini diambil dua tahun yang lalu dan orang-orang yang ada di dalamnya adalah teman-temanku dan wali kelasku di sekolahku yang lama.
Aku mengingat kembali masa-masa yang pernah aku coba untuk melupakannya. Masa yang sangat pahit tetapi sangat indah. Pagi yang cerah, rombongan Bina Nusa kelas dua dan tiga telah berkemas-kemas dan memegang barang masing-masing. Bus-bus yang akan ditumpangi pun telah siap. Tiba-tiba Aurel, siswi aneh kelas 2-3 pingsan ketika menaiki bus rombongannya. Seketika semuanya heboh, baik yang sudah berada di dalam bus maupun yang di luar.  
“makanya, sekali norak ya tetap norak!” seru Farida, teman satu busku.
“iya, ini, pakai paksain buat ikut lagi! Hu… dasar norak!” Era menambah heboh suasana. Setelah berkata seperti itu mereka tertawa ngakak.
“Ris, aku punya firasat buruk dengan pingsannya Aurel”gumam Andre sambil berbisik. Aku dan Andre duduk bersebelahan. Aku mengerut dahiku dan Andre mengerti bahwa aku tidak mengerti apa yang dikatakannya “haduh. . . dasar lemot. Kamu ingat, setiap Aurel pingsan, pasti ada saja kejadian buruk yang terjadi. Pertama, terbakarnya bengkel di sebelah sekolah, kedua, tiba-tiba saja, si Renand tertabrak dan meninggal, dan masih banyak lagi”terang Andre panjang lebar, dan tentu saja masih berbisik. Aku mengangguk ngerti.
“tapi Ndre, kalau kamu menghubung-hubungkan hal ini dengan itu seperti yang kamu jelaskan barusan, sama saja kamu menduakan Tuhan!”kataku menasihatinya. Sungguh kata-katanya memang benar tetapi tidak bisa dikait-kaitkan seperti itu karena sama saja mendahulukan kehendak yang di Atas.
“ya, udah kalau tidak boleh, sayakan hanya memberikan wanti-wanti. Saya takut nanti ada apa-apa” katanya sambil memasang headset handphonenya ke telinganya. Aku tidak ambil pusing dengan kata-kata Andre barusan. Bus pun mulai berangkat. Kabarnya, Aurel tetap berangkat karena telah siuman. Pagi ini semua akan studi wisata ke pantai Auralin. Pantai nan elok tetapi letaknya cukup jauh dari daerah kami dan memakan waktu hampir tiga jam untuk dapat menjangkau daerah sana.
Jalan yang berjurang-jurang kecil dan terdapat juga sungai-sungai kecil nan jernih di dalam jurang itu. Sedangkan di sebelah satunya lagi, bukit-bukit menjulang tinggi, sungguh elok pemandangan alamnya. Sepertinya semua dugaan Andre salah besar, sepanjang perjalanan tidak ada hal ganjil yang terjadi. Hanya perasaan senang yang ada. Kami mulai menyanyikan lagu ceria dan gembira dengan iringan gitar Ando, Akbar dan Meta serta iringan harmonika Siska dan Reza. Aku ikut bernyanyi kecil sambil mendokumentasikan keceriaan. Setelah puas aku kembali duduk.
“eh lihat dong hasilnya” pinta Rena sambil melihat kearah belakang, kebetulan ia duduk di depanku persis. Aku meminjamkan kameraku padanya. Aku menarik headset Andre dari telinganya lalu mendengarkan lagu yang dari tadi didengarnya “reseh deh” ucapnya tapi tetap membiarkan headset yang di sebelah kiri kupinjam.
“ah buset, lagu ini lagi- ini lagi . . . apa tidak bosan Ndre”aku melepaskan headset yang dari telingaku dan kembali kupasangkan pada telinganya. Andre Cuma tersenyum “aku suka ,mau diapa? Kamu mau protes?”tanyanya santai.
“kalau iya memang kenapa? Kamu itu lagunya mellow terus, yang nge-rock dong biar seru” celotehku. Andre hanya menaikkan alisnya sambil tersenyum simpul. Aku bergabung dengan Raka dan Nina yang terlibat lelucon seru featuring Ricky dan Mega. Kamipun ngakak lepas. Andre yang dari tadi ketinggalan akhirnya ikut serta bahkan ia yang lebih lucu menceritakan cerita konyolnya. Kami gaduh hingga bus tiba di pantai Auralin.
Aku menghirup napas dalam-dalam lalu menghembusnya. Angin yang kurindukan akhirnya dapat kurasakan “jangan angkat tanganmu tinggi-tinggi, sadar bu, bau” canda Andre yang sedang membawa ranselnya dan ranselku “nih ketinggalan, dasar pikun!”Andre menyerahkan ranselku. Aku geram dengannya, setelah meraih ransel itu, aku langsung berkata dengan nada sarkatis “puas pak meledek saya?” kemudian aku menjitaknya dan berlari. Aku puas.
“ apa kita bisa seperti ini ya liburan yang akan datang?” Tanya Andre lirih sambil melempar batu ke laut.
Aku duduk tepat disebelah Andre yang sedang berdiri. Aku ikut-ikutan melempar batu ke laut “sudahlah Ndre, percaya ke Tuhan, semua bakal baik-baik saja, eh lihat itu si Yoga, surfing”aku menunjuk ke arah Yoga. Kami berdua kagum padanya, begitu fasih ia bermain surfing.
“Ndre, enaknya ngapain ya?”tanyaku sambil berdiri kembali. Andre mengadahkan tangannya “kamera kamu mana?”tanyanya. aku mengambil kamera itu dari ransel yang aku sandang dan memberikannya ke Andre.
“sekarang lebih baik kita abadikan dulu deh momen kita, bagaimana kalau kita narsis bareng?” tanyanya. dasar, raja narsis, sekali narsis tetap narsis. Aku mengangguk. Kami berdua benar-benar seperti orang gila, bergaya dan bergaya. Tidak jauh beda sih dengan Ricky,Mega dan Aisyah yang mendahului kami narsisnya.
Tiba-tiba Nina dan Raka datang dengan berjuta pikiran ‘nha, ini gossip baru’. Mereka senyum-senyum tidak jelas sambil bersuit-suit ria “aduh, aduh, yang baru jadian, ugh …ternyata dunia serasa milik berdua dan yang lainnya ngontrak itu benar adanya ya.. .  so sweet” sahut Nina.
Muka kami berdua memerah “apaan sih? Siapa yang jadian? Dasar ratu gossip!” kata kami berdua serempak tanpa ada satu katapun yang berbeda.
“benarkan Ka? Bicara aja serempak gitu, memang benar-benar serasi” Nina semakin menjadi meledek diriku dan Andre. Aku dan Andre geram melihatnya. Bersiap-siap ingin menghajarnya lalu menceburkannya ke laut. Sungguh, itu benar-benar sudah terancang di otakku. tetapi ujung-ujungnya minta foto bareng. Setelah puas kami memutuskan untuk membeli laying-layang dan bermain bersama. Benar-benar seru. Ini baru liburan yang menyenangkan. Tidak terasa hari mulai senja. Tatkala sang fajar telah membenamkan dirinya, itu pertanda, saatnya kami menyelesaikan liburan wisata untuk hari ini. Sebagai kenang-kenangan bersama, kami mengambil foto berbagai gaya di berbagai tempat sebelum matahari terbenam.
“mari pulang, marilah pulang, marilah pulang ke rumah kita” lagu itu yang mengiringi kami saat menaiki bus. Tapi kali ini bus yang kami tumpangi berbeda dari yang pertama. Ternyata kami tukaran bus dengan kelas 2-4 dan 2-5. Tapi itu tidak masalah, toh, sama saja. Tapi ada perasaan yang berbeda dari sebelumnya. Perasaan yang membuatku enggan menaiki bus itu. Tapi kutepis semuanya, karena dari awal semua baik-baik saja. Mobil pertama mulai berangkat, disusul dengan bus yang aku tumpangi dan seterusnya. Mungkin karena kecapaian bermain, semua mata sudah pada berat. Satu persatu sudah mulai terlelap. Tidak ada lagu ceria yang mengiringi ketika hendak berangkat ke pantai Auralin. Hanya beberapa orang yang masih terjaga termasuk aku.
Udara begitu menusuk tulang, sepanjang jalan hanya lampu kendaraan yang menjadi penerang dan alunan musik klasik yang menjadi penenang. Aku hanya bersedekap menahan hawa dinginnya malam. Andre yang baru terlelap tiba-tiba terjaga “tidak tidur, Ris?”tanyanya.
“eng… ah enggak Ndre, ternyata kamu benar, ada sesuatu hal yang bakalan terja … awaaaaaaasssssss!!!!!”teriakku dan sebuah dentuman besar terjadi. Mobil oleng ke kanan dan terguling. Sesaat aku merasakan sebuah kegelapan dan sebuah benturan keras mengenai kepalaku. Beberapa saat ada yang mengguncang-guncang tubuhku.  Antara sadar dan tidak aku mendengar suara cemas dari seseorang yang sepertinya itu Andre. Aku mencoba membuka mata perlahan dan yang pertama kali aku lihat adalah Andre.
“Andre?” kataku lirih. “Ris, Ris, kamu masih hidup? Ayo Ris, kita keluar, kita mencari tempat yang aman  … “ terlihat sedikit kebahagiaan ada di raut wajahnya. Aku mengiyakan ajakan Andre. Dengan tertatih-tatih Andre menuntunku berdiri. Aku melihat sekitar, masihnya ada bangku yang terisi oleh teman-temanku yang masih terlelap tidur. Tiba-tiba sebuah ledakan kecil terdengar dari mesin, bagian belakang mobil sudah berkobar api yang cukup besar. Untunglah kami berada di depan.
Setelah kami keluar dari bus dan sedikit menjauh, Ledakan besarpun terjadi dan yang masih berada di dalam, hangus terbakar tanpa ada yang terselamatkan. Beberapa saat kemudian datanglah ambulance dan kepolisian ke TKP. Aku pingsan seketika dan koma selama empat belas hari.
Aku benar-benar kalut. Bu Nani, guru favoritku harus tewas didalam bus, Ryan, selama ini yang aku idolaku juga ikut tewas, si judes Era dan Lisya juga. Yang selamat hanya sekitar duapuluh orang itupun tiga diantaranya mengalami shock berat dan harus menjalani fisioterapi selama enam bulan di rumah sakit jiwa. Hingga sekarang, aku jadi trauma untuk wisata menggunakan bus, sungguh, kejadian itu membuatku terpukul.
Semenjak kejadian, aku dan sekeluarga pindah ke Surabaya. Orangtuaku tidak mau kalau aku berlarut-larut dalam duka. Apalagi yang menjadi korban tewas dalam kecelakaan itu kebanyakan dari kelasku. Teman sekelasku yang terselamatkan saja hanya delapan orang. Sebenarnya aku dilarang keras oleh orangtuaku untuk mengenang kejadian itu lagi dan foto ini, untung saja kamera yang aku bawa aku gantung dileherku.
Andre…. Kalau bukan dia yang menyadarkanku… aku akan menjadi korban bis itu dan Andre sendiri kini masih di Jakarta, namun ia pindah sekolah. Ia juga mengalami trauma. Walaupun aku jauh…. Aku masih tetap kontak dengannya, dan juga Nina, Mega, Ricky, dan Raka. Serta Farida. Untunglah Farida sudah keluar dari rumah sakit jiwa. Dia sudah membaik.

Comments

Popular posts from this blog

Review Wahana Internsip Dokter

Chapter 10 : Koass Stase Obgyn

koass Stase IKK-IKM : Ikaka Ikaem