Kenapa dia bukan yang lain aja?
Tuhan...
pertama-tama mungkin aku banyak-banyak mengucap syukur atas segala nikmat yang Engkau beri dan aku terima
Tuhan...
terima kasih atas semua orang yang telah Engkau hadirkan dalam hidupku, yang menyayangiku dan selalu ada buatku dan menjagaku
Tuhan...
terima kasih juga atas cinta dan perasaan yang Engkau tanamkan antara kami sesama
Tuhan...
dan aku juga berterima kasih, karena aku masih dikasih kesempatan untuk dicintai dan disayangi
Tapi...
entah, aku nggak tau mau berkata apalagi untuk sore ini
dia datang lagi dihadapanku, setelah hampir satu tahun sudah tidak bertemu
pembicaraan yang terjadi juga tidak bersahabat, mungkin aku yang terlalu mengabaikannya, hingga pertemuan hampir 2 jam itu tidak berarti apa-apa lagi buat aku.
dia datang menepati janji, setelah sebelumnya ia nggak datang karena sakit
datang di saat gerimis dan tempat tinggal yang lumayan jauh, dan aku nggak pernah tau, apalah artinya aku di mata dia, terkadang aku dicampakkan, terkadang pula aku disayang.
Panjang lebar dia bercerita ini itu, bahkan berniat akan solat magrib dan makan malam di rumah, tapi tak sedikitpun aku memberikan respect positif akan kehadiran dia, ataupun cerita-ceritanya, mungkin aku sudah terlalu tidak bersimpatik lagi. Ya.... bahkan untuk sekedar menjadi seorang teman biasa?
akhirnya, ia sadar dan pulang sebelum magrib tiba, dan rasanya aku bebas, se bebas-bebasnya, mungkin dia tau apa yang aku rasa, sampai-sampai ia bilang "aku tau kamu pasti merasa bebas karena aku pulang" yaa... honestly that's the fact. Terima kasih sudah datang untuk bersilaturahmi.
Tapi ternyata, memang kehadiran tadi sore itu mempunyai maksud, lagi...lagi...lagi dan lagi... entah apalah yang dia mau. Hingga dia lagi-lagi mengungkapkan rasa itu yang sudah setahun sudah enggak lagi dia ucapkan, dan dia mengharapkan hubungan yang sama seperti setahun yang lalu. Apa yang akan reader perbuat, setelah setahun lebih aku melupakan semuanya, sakit itu, kekecewaan itu, tiba-tiba datang lagi dan mengatakan kata-kata yang seharusnya membuat orang bahagia?
mungkin dulu aku nggak pernah tegas untuk menerima atau menolak. Aku membiarkan semuanya hingga cuma rasa kecewa yang aku dapat, tapi sekarang nggak, haha, aku sudah bisa tegas untuk menjawabnya, "maaf, aku nggak bisa"
mungkin yaa.. kalau saja dia itu orangnya jujur dan terbuka, kalau saja dia tidak mengecewakan dan tidak alay (ooops) plus nggak pengecut, bisa jadi semuanya sudah berjalan hampir 3 tahun loh, seriously. Tapi.... ah sudahlah. yang terjadi biarlah berlalu, toh dia masa lalu. sudah no sense, mati rasa, nggak simpatik
Tapi kenapa dia sih yang mengucapkan 'magic words' itu ke aku? kenapa bukan yang lain aja yang ngucapinnya? kenapa?
Comments
Post a Comment