Don't Judge by the Cover : Tak Selamanya yang Buruk Itu Jelek


Aku selalu memperhatikannya dari kejauhan. Ia anak baru di kelasku, namun tingkahnya begitu aneh. Bahkan ia enggan untuk ikut berbaur dengan teman-teman yang lainnya. Bawaannya yang terlalu kuno dan tingkah anehnya itu, selalu menjadi bahan ejekkan bagi teman-teman yang lain. Itulah Wulan. Baru sebulan ia bergabung bersama kami, pernah aku mencoba untuk berkenalan dengannya, namun ia hanya sekedar menyebutkan nama dan setelah itu pergi. Lama-lama ia membuatku muak juga “sudah dikasih hati minta jantung” pikirku, dan akhirnya, jika teman-teman mulai membuat ejekan untuk Wulan, aku juga ikut handil. Lumayan, bias membalaskan dendamku.
Lambat laun, Ketidaksukaanku pada Wulan semakin parah. bahkan mungkin tingkahku sudah melewati batas. Pernah suatu hari aku merencanakan akan menyembunyikan buku tugas Wulan. Hal itu sudah aku rencanakan secara matang bersama teman-temanku.
Pagi itu aku sudah duduk manis di bangkuku. Aku dan beberapa temanku menunggu kedatangan Wulan. Tak lama kemudian , yang ditunggupun datang. Ia meletakkan tasnya di atas bangku. Membukanya dan mengambil sebuah buku dari dalam tas tersebut. Setelah itu ia pergi. Biasanya, kalau pagi ini ia suka sekali pergi ke taman belakang untuk membaca novel.
Aku ingat sekali, hari ini adalah pelajaran Fisika. Kebetulan, guru yang mengajar adalah seorang yang sangat disiplin. Biasanya siapapun yang ketahuan tidak mengerjakan tugas darinya ataupun bukunya ketinggalan sekalipun ia tak segan-segan mengusir murid tersebut dan dibiarkan murid itu tidak mengikuti jam pelajarannya. Reni, temanku mengambil buku tugas Fisika itu dari dalam tas Wulan dan ia segera meletakkan buku itu di atas lemari di belakang kursi guru. Kami toss dan tertawa bahagia, karena rencana pada hari ini berjalan sangat lancer.
Tepat dengan apa yang telah direncanakan, siang itu, Pak Bowo (guru Fisika kami) menagih tugas yang ia berikan beberapa hari yang lalu. Kami semua mengumpulkan tugas itu. Tampak Wulan sedang gelisah, sepertinya ia sedang mencari bukunya yang hilang. Kami tersenyum puas, ‘bakalan ada yang diusir dari kelas nih’ ungkapku dalam hati. Ketika ketua kelas menagih, ia memberikan sebuah buku dan ketua kelaspun berlalu ke bangku yang lain. Kami tercengang, ‘kok?kok? Wulan mengumpulkan tugas’ dan ternyata, buku yang kami sembunyikan adalah buku catatan bukan buku tugas, berarti gagal rencana pada hari ini.
Hari berikutnya,  kami mempunyai rencana jahil lagi. Saat istirahat, biasanya Wulan pergi ke kantin sendirian dan memesan semangkuk bakso. Selama ini ia tak pernah membubuhi sambal ke dalam mangkuk baksonya, karena itu kami berspekulasi kalau Wulan tak suka makan yang pedas. Kami akan memberikan sesendok cabe hijau ke dalam mangkuknya, biar nanti Wulan kepedasan.  Rencana inipun hendak dilaksanakan. Bel istirahat berbunyi, kami mengikuti Wulan ke kantin. Tepat dengan dugaan kami, ia memesan semangkuk bakso dan mengantri setelah mendapatkan semangkuk bakso , ia meletakkan  mangkuk nya di atas meja dan ia beranjak untuk membayar pesanannya. Buru-buru kami memasukkan sesendok sambal ke dalam mangkuknya dan kemudian mengaduknya. Untunglah Wulan mengantri cukup lama, setelah kami menjalnkan misi, kami pun pergi jauh dari kantin.
Keesokkan harinya, tak tampak tanda-tanda Wulan akan datang ke sekolah. Akupun heran. Walaupun Wulan itu aneh, tapi ia adalah anak yang rajin, yang tak mau bolos bahkan sakitpun ia tetap datang. Perasaanku mulai tak enak, ketika satpam mengantarkan surat ke kelas. Surat itu dari orangtuanya Wulan. Isinya, bahwa Wulan dirawat di rumah sakit, kemarin ia sempat kritis dan sekarang keadaannya membaik. Ternyata, Wulan alergi makanan pedas, itu sebabnya ia tak pernah memberi sambal ke setiap makanannya.
Perasaan berdosapun menghantui aku dan teman-teman. Betapa jahatnya kami yang telah mencelakai teman kami sendiri hanya karena perasaan tidak suka. Sepulang sekolah, kami langsung ngacir ke rumah sakit dengan membawa satu kantong buah-buahan. Aku meminta maaf kepada Wulan karena selama ini sudah sering menjahili Wulan. Ia tersenyum dan berkata “Mau jadi temanku?” mataku berbinar-binar aku mengangguk "tentu, dari dulu aku ingin jadi temanmu, kaunya saja yang tak mau" kamipun tertawa.
 
Hikmah :
1. Tidak semua yang buruk dilihat itu sebenarnya buruk
2. Keusilan tak selamanya mengandung tawa. Disuatu titik ada orang yang menderita karena keusilan yang kita perbuat
3. Allah selalu menyadarkan umat Nya dengan berbagai cara
4. Penyesalan memang datang belakangan, tapi pintu tobat selalu terbuka kalau kita bersungguh-sungguh

Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan  Cermin Berhikmah di BlogCamp

Comments

Popular posts from this blog

Review Wahana Internsip Dokter

Chapter 10 : Koass Stase Obgyn

koass Stase Bedah : Bedah Lucu, Bedah Bahagia, Bedah Ceria