Lalu di suatu senja Nana bertanya padaku, karna terus saja aku sarkatis terhadap hubungannya dengan Rendi
"Syifa, sampai kapan kamu terus begini? Sampai kapan kamu tidak percaya dengan cinta?" Ujar Nana lelah menghadapiku karena ketidakpercayaanku dengan suatu hubungan, komentar pedasku atas setiap hubungan.
"Aku yaaa bicara sebenar-benarnya Na, kenyataannya memang gitu. Kalo kamu tanya sampai kapan. Aku cuma bisa bilang, sampai Tuhan benar-benar meyakinkan aku kalo cinta dari seorang pasangan itu benarada dan nyata!"
"Kamu gak akan mau mencoba memulai suatu hubungan ? Ayolah. Kamu coba dulu. Baru kamu tau seperti apa mencinta itu sebenarnya"
"Sudah cukup ya. Aku bukannya enggan mencoba. Aku terlalu sakit saat aku akan mencoba"
"Apa yang sebenarnya membuat kamu sampai se trauma ini?" Nana menatapku dengan tatapan iba.
Aku menghela nafas dan memutar bola mataku. Berpikir sejenak untuk kembali ke masa lalu
"Andai saja aku tidak pernah menitipkan perasaan pada orang yang salah. Andai dahulu aku tidak pernah dekat dengan dia. Andai dulu pernyataan dan penghianatan itu tidak pernah ada, aku mungkin tidak se cuek ini dengan hubungan"
"Ceritakan!"
" Adrian membuat semuanya menjadi gelap. Adrian yang membuat aku percaya bahwa cinta itu ada. Adrian juga yang membuat aku tidak percaya bahwa cinta itu palsu. Katanya cinta datang karena biasa. Karna biasa bersama dan aku percaya aja waktu dia bilang sayang. Aku mencoba untuk menitipkan hatiku pada Adrian karena aku terlalu biasa untuk bersama Adrian. Aku berusaha untuk menjadi yang terbaik untuk dia, selalu ada dan mewujudkan semua mimpi-mimpi dan seketika semua hancur ketika dia berkata "ternyata aku salah mengira tentang sayang itu. Aku rasa kamu cuma pelarianku" setelah hatinya tergoda oleh Melinda, orang yang selama ini aku percaya. Bagaimana bisa Adrian menghancurkan segalanya di saat rasa sayang itu ada di puncak perasaanku? Bagaimana waktu itu aku tidak hancur mendengarnya? Bagaimana seolah-olah aku tidak terkhianati? Adrian yang aku kenal dekat saja bertahun-tahun tega untuk melakukan itu! Apalagi yang bisa membuat aku percaya soal cinta?"
"Tapi kamu jangan men-judge bahwa semuanya gitu. Percayalah, bahwa tidak semua seperti Adrian" ujar Nana mencoba menenangkan.
"Aku melihat Rendi semalam di cafe biru bersama Thalita. Bagaimana aku tidak berpikir semua pria itu sama saja?"
'Apa?"
"Maaf Na, dari tadi aku ingin memberitahumu. Tapi aku bingung gimana cara mengatakannya"
"Syifa, sampai kapan kamu terus begini? Sampai kapan kamu tidak percaya dengan cinta?" Ujar Nana lelah menghadapiku karena ketidakpercayaanku dengan suatu hubungan, komentar pedasku atas setiap hubungan.
"Aku yaaa bicara sebenar-benarnya Na, kenyataannya memang gitu. Kalo kamu tanya sampai kapan. Aku cuma bisa bilang, sampai Tuhan benar-benar meyakinkan aku kalo cinta dari seorang pasangan itu benarada dan nyata!"
"Kamu gak akan mau mencoba memulai suatu hubungan ? Ayolah. Kamu coba dulu. Baru kamu tau seperti apa mencinta itu sebenarnya"
"Sudah cukup ya. Aku bukannya enggan mencoba. Aku terlalu sakit saat aku akan mencoba"
"Apa yang sebenarnya membuat kamu sampai se trauma ini?" Nana menatapku dengan tatapan iba.
Aku menghela nafas dan memutar bola mataku. Berpikir sejenak untuk kembali ke masa lalu
"Andai saja aku tidak pernah menitipkan perasaan pada orang yang salah. Andai dahulu aku tidak pernah dekat dengan dia. Andai dulu pernyataan dan penghianatan itu tidak pernah ada, aku mungkin tidak se cuek ini dengan hubungan"
"Ceritakan!"
" Adrian membuat semuanya menjadi gelap. Adrian yang membuat aku percaya bahwa cinta itu ada. Adrian juga yang membuat aku tidak percaya bahwa cinta itu palsu. Katanya cinta datang karena biasa. Karna biasa bersama dan aku percaya aja waktu dia bilang sayang. Aku mencoba untuk menitipkan hatiku pada Adrian karena aku terlalu biasa untuk bersama Adrian. Aku berusaha untuk menjadi yang terbaik untuk dia, selalu ada dan mewujudkan semua mimpi-mimpi dan seketika semua hancur ketika dia berkata "ternyata aku salah mengira tentang sayang itu. Aku rasa kamu cuma pelarianku" setelah hatinya tergoda oleh Melinda, orang yang selama ini aku percaya. Bagaimana bisa Adrian menghancurkan segalanya di saat rasa sayang itu ada di puncak perasaanku? Bagaimana waktu itu aku tidak hancur mendengarnya? Bagaimana seolah-olah aku tidak terkhianati? Adrian yang aku kenal dekat saja bertahun-tahun tega untuk melakukan itu! Apalagi yang bisa membuat aku percaya soal cinta?"
"Tapi kamu jangan men-judge bahwa semuanya gitu. Percayalah, bahwa tidak semua seperti Adrian" ujar Nana mencoba menenangkan.
"Aku melihat Rendi semalam di cafe biru bersama Thalita. Bagaimana aku tidak berpikir semua pria itu sama saja?"
'Apa?"
"Maaf Na, dari tadi aku ingin memberitahumu. Tapi aku bingung gimana cara mengatakannya"
Comments
Post a Comment