Konflik

sebuah percakapan di senja hari, di sebuah taman. Tadinya aku sedang sendiri terduduk di bangku yang berada tepat di dekat danau. Aku sedang memandangi bebek-bebek yang sedang berenang beriringan di tepian danau. Sesekali aku tersenyum melihat tingkah polah mereka. Meskipun sebenarnya hati ini tak menentu sedang apa yang dirasakan.

"kenapa lagi-lagi kamu duduk disini sendirian, Dera?" tanya suara cempreng. Tepat sumber suara ada di belakangku.
"sedang galau" jawabku sekenanya. Mataku masih terpaku pada riakan air danau yang cukup jernih itu.
"galau? kamu ada konflik dengan Rion?" tanyanya heran, ia mengambil posisi di sebelahku duduk dan menatapku tajam. Aku hanya menggeleng pelan "lalu?"
Diam sejenak. Menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya, cepat, tetap, dada ini serasa sesak. Bukan karena Asmaku yang sedang kambuh, melainkan memang ada yang mengganjal di pikiranku selama ini.
"konflik perasaan" jawabku singkat. 
Aku tahu pasti, Melya tidak mengerti apa yang barusan aku katakan. Aku tidak menatapnya sama sekali. Ia bertanya "maksud kamu?"
Masih dengan diam. Aku memutar bola mataku ke atas. Mencari kekuatan untuk menceritakan semua yang aku rasakan "aku sedang bertarung dengan perasaanku Mel. Aku merasa jadi orang munafik sekarang. tamak. Aku sadar apa yang sudah menjadi keputusanku, itu lah yang aku jalani ke depan, aku nggak akan pernah mau lagi kembali ke masa lalu. Tapi kenyataannya? awalnya aku bahagia Mel, bisa bertunangan dengan Rion. Aku rasa Rion adalah yang tepat untuk menjadi pendamping hidupku. Rion adalah idaman yang dicari-cari oleh wanita manapun di dunia ini. Kesempurnaannya. Aku mencintai Rion sepenuh hatiku Mel..."
Melya memotong ucapanku "lalu dimana masalahnya? Kalian berdua saling mencintai kan?"
"aku belum selesai. Iya. Awalnya aku yakin bahwa hati ini sepenuhnya akan aku berikan kepada Rion. Tetapi barusan aku teringat lagi akan sosok Bintang Mel. Entah kenapa semuanya refleks terjadi flashback. Tadi aku ketemu dia di cafe 45, jantungku masih saja berdetak kencang saat kembali bertemu dia setelah sekian lama tidak bertemu, aku selalu suka disaat memandang wajah eloknya, gayanya yang friendly, humornya dan semuanya. Aku tidak bisa mengelak kalau aku bahagia bisa ketemu dia lagi dan harapan kosong dulu kembali muncul Mel"
"harapan untuk bisa memiliki Bintang?"
Aku mengangguk "apa kurangnya sih aku Mel dari Citra? kenapa aku tidak cukup berharga untuk dimiliki Bintang? Mungkin cinta yang aku berikan untuk Bintang lebih besar dari apa yang Citra berikan ke Bintang. Tapi kenapa Bintang memilih untuk mencintai Citra?" 
"Karena Tuhan tahu apa yang terbaik buat kamu. Kalau kamu bersama Bintang, kamu tidak akan bisa bersama dengan Rion. Yang sempurna, yang diidam-idamkan wanita. Coba kamu fikir, dimana kurangnya Rion? Ketika kamu patah hati karena Bintang lebih memilih Citra ketimbang kamu, tiba-tiba Rion datang dan akhirnya kalian sampai di pertunangan yang jelas-jelas mematahkan hati lima orang wanita sekaligus. Dimana letak ketidak beruntungan kamu Dera?"
Aku mencerna ucapan Melya. Apa tadi itu hanya sebuah emosi sesaat. Emosi yang dulunya ingin memiliki tapi tak tercapai ? Bintang dahulu memang berharga buatku. Aku rela melakukan apapun asal Bintang bahagia dulunya. Tapi itu hanya sebuah masa lalu, dan sekarang yang aku genggam adalah Rion. Yang rela melakukan apapun asal aku bahagia.
"sekarang kamu sudah tahu jawabannya, tuh, disana sudah ada pangeranmu" goda Melya, aku menoleh arah sebelahku, dan sudah berdiri sesosok manusia tampan, memakai tuxedo dengan tangan berada di belakang, berjalan menuju arahku.
"ayo cantik, hari ini kita Fitting baju" ucapnya dan aku mengangguk.
"what? Fitting? what for? jangan bilang you gonna marry "
"why not?" tanyaku nakal dan Melya langsung memelukku erat.
"aaaaa... congratulation dear. Akhirnya kamu ketemu dengan kebahagiaanmu" ucapnya dengan nada yang sangat gembira "ingat kataku barusan" bisiknya dan aku mengangguk.

Comments

Popular posts from this blog

Review Wahana Internsip Dokter

Chapter 10 : Koass Stase Obgyn

koass Stase Bedah : Bedah Lucu, Bedah Bahagia, Bedah Ceria